infopaytren.com

Rabu, 16 Februari 2011

Unsur Rima dan Irama dalam Puisi

GLM70 Gelang Logam
Bacalah puisi berikut ini dengan baik.
        Ke manakah pergi
        mencari matahari
        ketika salju turun
        pohon kehilangan daun
        Ke manakah jalan
        mencari lindungan
        ketika tubuh kuyup
        dan pintu tertutup
        Ke manakah lari
        mencari api
        ketika bara hati
        padam tak berarti
        Ke manakah pergi
        Ke manakah pergi
        selain mencuci diri
Setelah membaca puisi berjudul "Salju" karya Wing Kardjo tersebut, apakah yang pertama kali menarik perhatian Anda? Sejalan dengan telaah unsur bangun struktur, Anda tentunya mencoba mengamati contoh konkret dari apa yang disebut bangun struktur puisi. Dari sejumlah unsur struktur puisi yang telah diungkapkan, sekarang kita pusatkan perhatian pada aspek bunyi terlebih dahulu.
Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-hal berikut.
a. Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.
b. Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu.
Timbulnya irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral.
c. Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope.
Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi. Pada contoh puisi tersebut, misalnya, dapat dilihat adanya pengulangan bunyi vokal (e) seperti tampak pada larik "ke manakah pergi". Perulangan bunyi demikian disebut asonansi.
Selain itu, juga dapat diamati adanya perulangan bunyi konsonan (n) seperti nampak pada larik "pohon kehilangan daun". Perulangan bunyi konsonan itu disebut aliterasi. Perulangan bunyi seperti contoh tersebut berlaku di antara kata-kata dalam satu larik. Rima demikian itu disebut rima dalam.
Lebih lanjut, jika kita mengamati bait pertama puisi "Salju" tersebut, tampak juga adanya paduan bunyi antara setiap akhir larik sehingga menimbulkan pola persajakan vokal /i/ — vokal /i/ dengan konsonan /n/ — konsonan /n/ seperti tampak pada bentuk . . . pergi/. . . matahari/. . . turun/. . . daun. Rima demikian itu, yakni rima yang terdapat pada akhir larik puisi, disebut rima akhir.
Pada contoh puisi tersebut juga dapat kita jumpai adanya pengulangan kata "ketika" di antara bait-bait. Ulangan kata demikian disebut rima identik. Contoh lain misalnya, dapat diamati pada puisi berjudul "Sajak Samar" karya Abdul Hadi W.M. berikut.
      Gelang Juno
        Ada yang memisahkan kita, jam dinding ini
        ada yang mengisahkan kita, bumi bisik-bisik ini
        ada. Tapi tak ada kucium waangi kainmu sebelum
        pergi tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri.
Pengulangan bunyi disebut rima sempurna jika meliputi baik pengulangan konsonan maupun vokal, seperti tampak pada bentuk "pergi" dan "sendiri", larik 3 dan 4 puisi tersebut. Adapun pengulangan bunyi disebut rima rupa jika pengulangan hanya tampak pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama. Misalnya, rima antara bunyi vokal /u/ dalam bentuk "bulan" serta bunyi vokal /u/ dalam "belum", seperti tampak pada salah satu
puisi Abdul Hadi W.M. berjudul "Dan Bajumu" berikut.

        Pasang bajumu. Dingin akan lalu melewat
        menyusup dekat semak-semak pohon kayu
        Tapi bulan belum kelihatan, puncak-puncak bukit
        sudah berhenti membandingkan dukamu,
        sehari keluh kesah

Anda tentunya telah mengenal istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu menuansakan suasana keriangan, vitalitas, maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa bunyi-bunyi vokal. Anda sendiri dapat mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung sesuatu yang menyenangkan umumnya mengandung bunyi vokal, seperti tampak pada kata "gembira", "bernyanyi", "berlari", dan lain-lain. Pada puisi "Salju" tersebut, Anda dapat melihat adanya kata "pergi/mencari/matahari".
.
Berkebalikan dengan bunyi euphony, bunyi cacophony adalah bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan. Jika bunyi euphony umumnya terdapat dalam bentuk vokal, bunyi cacophony umumnya berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di akhir kata. Bunyi konsonan itu dapat berupa bunyi bilabial, seperti nampak pada larik-larik ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup.
.
Peranan bunyi dalam puisi meliputi hal-hal berikut:
- untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan;
- untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya;
- untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya.
.
Mengenal Jenis-Jenis Puisi Ditinjau dari bentuk dan isinya


Sumber: Buku Sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar