Oleh Tarmizi Taher
(Ketua Dewan Pembina Yayasan Dakwah Malaysia-Indonesia)
Masyarakat modern biasanya disebut-sebut sebagai masyarakat yang memilki pandangan jauh ke depan, mempunyai rencana matang dalam menghadapi masa depan, menghargai kerja, dan hidup dengan waktu penuh disiplin. Ternyata, dari semua ciri yang ada pada masyarakat modern itu, tak ada satu pun yang bertentangan dengan nilai dan norma Islam.
Sebab, ciri pertama dan kedua dari masyarakat modern itu telah diperintahkan Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 18: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri membuat rencana untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Alllah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Demikian pula ciri ketiga dan keempat, Allah telah mengingatkan manusia dalam Alquran Surah Al-Ashr ayat 1-3: Demi masa; Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian; Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran."
Sayangnya, semua nilai dan norma dalam Alquran itu belum semuanya dapat kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manusia yang barangkali sudah menjadi modern, semestinya manusia-manusia di negeri ini mampu bangkit dari segala kegalauan dan ketidakpastian. Kegalauan tentang ketidakpastian ke mana arah perjalanan Tanah Air ini mesti menuju.
Ramadhan dalam suasana modern tak menghalangi kita untuk dapat meningkatkan komunikasi dengan Allah SWT dan memantapkan jabatan silaturahim antarsesama umat manusia. Komunikasi dengan Allah SWT juga akan berpengaruh pada komunikasi dengan manusia. Seharusnya, semakin kita yakin kepada Allah SWT, semaikn baik hubungan kita dengan sesama manusia.
Jika mengambil contoh dalam kehidupan berumah tangga, kebiasaan dalam bulan puasa, ketika antara suami dan istri atau orang tua dan anak dalam sebuah keluarga, sejak dari sahur menampakkan kebersamaan. Sahur bersama selama satu bulan, juga dapat menutup kegersangan hubungan dalam satu tahun antara orang tua dan anak juga suami dan istri. Lebih baik lagi, jika selama bulan puasa, dalam sebuah keluarga juga membiasakan untuk salat secara jamaah. Salat jamaah di masjid terdekat atau di rumah sendiri, sungguh amat penting dilaksanakan setiap hari selama Ramadhan.
Begitu pula hubungan di luar kehidupan rumah tangga. Kita saling memahami bahwa saat ini adalah bulan puasa. Bulan bagi manusia berislam yang sadar akan ada keberkahaan. Namun, kebersamaan itu dimanfaatkan sebaik-baiknya dan dikembangkan pada waktu setelah Ramadhan. Biasanya, di luar bulan puasa, karena terbentur kesibukan dan jadwal kerja masing-masing, kita jadi sangat susah mengatur waktu untuk merajut kebersamaan dan kepedulian, baik di dalam keluarga maupun kehidupan bermasyarakat. Apalagi jeratan dan kegalauan modernitas sering kali membuat kita lupa pentingya kebersamaan dan kepedulian.
Orang yang berpuasa seyogianya mempunyai disiplin diri yang tinggi. Hal itu tampak pada ketaatan untuk memasuki waktu imsak dan melakukan salat sesuai dengan jadwal yang berlaku. Orang lain juga tidak mengetahui betul apakah seseorang benar-benar puasa atau tidak, kecuali diri sendiri dan Allah SWT. Artinya, ibadah puasa mempunyai nilai dan norma yang benar-benar modern jika diterapkan, tidak hanya pada bulan Ramadhan, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran puasa
Selain umat Muslim, puasa juga telah diamalkan oleh pelbagai kaum dan bangsa di seluruh dunia. Tujuan utama mereka berpuasa ialah dapat membuat tubuh sehat. Ini sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh Allah bahwa puasa merupakan ibadah yang amat baik untuk kesehatan fisik, mental, rohani, dan jasmani.
Banyak orang yang non-Muslim telah mulai mengamalkan puasa untuk kesehatan (therapeutic fasting). Banyak pula buku-buku dan opini-opini di internet yang telah disebarluaskan untuk menjelaskan kebaikan berpuasa dari sisi kesehatan. Seperti dalam informasi di beberapa literatur, ahli filsafat dan kedokteran Ibnu Sina pernah mengobati pasiennya dengan menyuruh mereka berpuasa. Socrates, Plato, Aristoteles, dan Pythagoras juga mengamalkan ibadah puasa untuk meningkatkan kualitas fisik dan mental agar dapat berpikir serta mencetuskan ide-ide yang bernas.
Begitu pula Mahatma Gandhi, pejuang kemerdekaan India yang terkenal sebagai pengamal puasa. Sastrawan besar Rusia, Leo Tolstoy, pengarang dari Perancis Francois Voltaire, dan pengarang Austria Franz Kafka, dalam informasi itu menduga bahwa mereka menjadikan puasa sebagai amalan dalam kehidupan mereka.
Menurut Profesor Arnold Ehret dari Jerman, puasa yang tepat mampu membuat fisik awet muda, menguatkan mental dan spiritual seseorang. Menurutnya, puasa adalah ibu kunci kepada evolusi dan pengembangan spiritual, terutama di zaman yang penuh dengan pancaroba ini.
Dalam konteks keindonesiaan dan kekitaan, bila Ramadhan secara serius dilaksanakan oleh umat Muslim di tanah air, tak salah jika kita berharap bahwa sifat dan jiwa kekeluargaan, ukhuwah, serta sambung rasa menjadi pengingat, mana langkah dan kebijakan pemerintah yang salah dan mana yang benar. Yang salah diingatkan dan diberi ganjaran hukum yang adil dan yang benar sama-sama kita perjuangkan.
Meskipun kesadaran kita sering dijejali oleh berbagai kemajuan ilmu pengetahuan modern, tetap harus memperjuangkan martabat kemanusiaan dan keadilan bagi jutaan rakyat di negeri ini. Sebab, hikmah Ramadhan yang berhasil adalah perubahan berdampak nyata dalam kehidupan sehari-hari dan orang lain.
Misalnya, orang yang setelah berpuasa bersedia mereformasi keberagamaannya, melakukan penyegaran hubungan antarmanusia, bersedia saling menolong, serta mampu merasakan penderitaan orang-orang di sekitarnya. Dan Allah SWT pernah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 112, "Mereka akan diliputi penderitaan di mana saja mereka berada, kecuali kalau selalu mempunyai dua komunikasi, yaitu dengan Allah dan dengan manusia. " Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar